Guru Pelapor Kerusakan Sekolah Diduga Dipaksa Minta Maaf, HMI Sebut Pembungkaman Moralitas -->
Cari Berita

Advertisement

Masukkan iklan banner 970 X 90px di sini

Guru Pelapor Kerusakan Sekolah Diduga Dipaksa Minta Maaf, HMI Sebut Pembungkaman Moralitas

Berita Bersatu
14 November 2025


Muhammad Asdar, Ketua Bidang Pembinaan Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bulukumba


Beritabersatu, Bulukumba – Kasus pemaksaan permintaan maaf terhadap seorang guru SDN 156 Kalukubodoa, Kabupaten Bulukumba, setelah mengunggah video kondisi sekolah yang rusak parah, telah memicu reaksi keras dan keprihatinan serius di kalangan intelektual muda daerah. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk nyata konflik antara etika birokrasi dan moralitas publik, serta penyimpangan serius terhadap nilai-nilai kejujuran.


Muhammad Asdar, Ketua Bidang Pembinaan Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bulukumba, dengan tegas melontarkan kritik pedas. Menurutnya, fenomena ini tidak sekadar urusan administrasi, melainkan menyentuh fondasi kejujuran, tanggung jawab sosial, dan moralitas publik dalam sistem pendidikan.


Dari sudut pandang akademik, Asdar menilai kasus guru SDN 156 tersebut adalah cerminan dari konflik mendasar dalam birokrasi. "Dalam birokrasi yang hierarkis, loyalitas sering diukur dari kepatuhan terhadap atasan, bukan terhadap kebenaran. Padahal dalam etika Islam, loyalitas tertinggi harusnya hanya tertuju kepada kebenaran dan keadilan." Ujar Asdar. 


HMI Bulukumba melihat permintaan maaf yang dipaksakan sebagai "bentuk pembungkaman moralitas." Menekan seorang guru agar meminta maaf karena berkata jujur adalah tindakan yang HMI sebut sebagai penyimpangan etika publik dan pelanggaran hak moral.


Organisasi mahasiswa Islam ini memandang bahwa sistem birokrasi pendidikan di Bulukumba belum sepenuhnya menanamkan budaya keterbukaan dan tanggung jawab sosial. HMI menegaskan bahwa guru memiliki posisi mulia sebagai pelanjut tugas kenabian dalam menyampaikan kebenaran dan mencerdaskan umat.


"Ketika seorang guru menegakkan nilai kejujuran dan peduli terhadap keselamatan siswa, maka ia sedang mengamalkan nilai keislaman dan keilmuan secara nyata," tegas Asdar.


Kondisi yang menimpa guru SDN 156 Kalukubodoa ini dianggap sebagai pertanda bahwa birokrasi di Bulukumba masih "remedial terhadap kejujuran."


Menanggapi situasi ini, HMI Cabang Bulukumba mendesak Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan untuk segera meninjau ulang paradigma birokratis yang menempatkan “citra lembaga” di atas keselamatan dan kebenaran.


HMI menegaskan bahwa kejujuran adalah inti peradaban Islam dan pilar kemajuan bangsa. "Menekan seorang guru karena menyuarakan kebenaran berarti menekan inti dari pendidikan itu sendiri," imbuh Asdar.


"Pendidikan tidak boleh dikendalikan oleh ketakutan, tetapi harus dijiwai oleh keberanian moral dan integritas," lanjutnya.


Sebagai penutup, HMI menyerukan agar semua pihak, mulai dari Pemerintah Daerah, DPRD, guru, hingga masyarakat, membangun budaya kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab sosial dalam sistem pendidikan. HMI meyakini bahwa hanya dengan menjunjung kejujuran, pendidikan akan mampu melahirkan manusia yang beriman, berilmu, dan beramal.


Menanggapi kontroversi ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bulukumba kemudian memberikan klarifikasi. Pihak Disdikbud mengklaim bahwa permintaan maaf guru tersebut murni inisiatif pribadi dan dilakukan secara sadar, tanpa tekanan. Disdikbud menilai terdapat "disinformasi" dalam video awal yang dibuat guru, khususnya narasi yang menyebut kondisi membahayakan anak-anak.


"Setelah kita klarifikasi, ternyata memang ada disinformasi yang disampaikan. (Di dalam video yang direkam guru dinarasikan) informasi yang membahayakan anak-anak. Di situ kan tidak ada aktivitas pembelajaran," ujar ujar Kepala Disdikbud Bulukumba Andi Buyung Saputra.


Mereka juga menambahkan bahwa pihak sekolah sudah melakukan mitigasi risiko dengan menutup ruangan, dan meminta maafnya guru tersebut dianggap karena sadar telah membuat informasi yang kurang tepat. (**)