![]() |
| Suara Kritis dari Pemuda Bone di Hari Kemerdekaan |
BERITABERSATU.COM, MAKASSAR – Di tengah gegap gempita perayaan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, suara kritis datang dari seorang pemuda asal Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
"Apakah kita benar-benar sudah merdeka, atau hanya sekadar berganti penjajah?”
Bagi Ryan, semarak bendera merah putih yang berkibar dan riuhnya lomba rakyat setiap tanggal 17 Agustus hanyalah euforia semu jika rakyat masih hidup dalam bayang-bayang penjajahan gaya baru.
Ia menyebutkan, meski Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan dari penjajah asing sejak 1945, rakyat kini masih dijajah oleh ketidakadilan, kemiskinan, dan kebijakan yang tidak berpihak.
“Merdeka bukan sekadar kata-kata. Merdeka seharusnya nyata dalam kehidupan rakyat kecil. Tapi yang terjadi, hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Itu bentuk penjajahan dari dalam negeri sendiri,” tegasnya.
Ryan mengaitkan kondisi saat ini dengan pesan legendaris Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Baginya, kalimat itu kini telah menjadi kenyataan yang pahit.
Ia juga mengingatkan kembali ucapan Bung Hatta, yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah tujuan akhir, melainkan jembatan menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Namun, menurut Ryan, “Jembatan itu kini telah retak oleh keserakahan, runtuh oleh ketidakadilan, dan digerogoti oleh kebijakan yang lebih sering berpihak pada elite ketimbang rakyat.”
Dalam pernyataan penutupnya, Ryan menyerukan agar rakyat tak larut dalam euforia semata.
“Hari ini kita boleh berpesta, tapi jangan lupa. Selama rakyat masih terjajah oleh kesenjangan, kemiskinan, dan ketidakadilan, maka kemerdekaan sejati itu belum kita raih.”
Suara Ryan mungkin hanya satu dari sekian banyak suara rakyat yang lelah berharap. Namun di balik kata-katanya, tersimpan pesan yang kuat: kemerdekaan sejati masih harus terus diperjuangkan, bukan hanya dirayakan. (*)
Laporan : Suparman Warium


